Faktor resiko penyakit jantung koroner
Penelitian
epidemologi menunjukan adanya sejumlah faktor – faktor resiko penting untuk
terjadi penyakit jantung koroner dini. Termasuk diantaranya adalah riwayat keluarga positif ( muncul sebelum usia 50 tahun ) usia , abnormalitas lipid darah , hipertensi
, kurang aktivitas fisik , merokok .
Bukti lainnya menunjukan bahwa abnormalitas metabolisme lipid berperan langsung dalam
patofisiologi keadaan ini . resiko meningkat secara progresif dengan tingginya kadar kolestrol LDL dan berkurang dengan tingginnya kadar kolestrol HDL.
Saat ini diketahui
bahwa abnormalitas lipid lainnya juga berperan dalam patogenesis penyakit arteri koroner , dan hal ini harus digali dari
pasien- pasien dengan arterosklerosis koroner dini
lain yang tidak dapat dijelaskan . pola pola lain yang dikaitkan dengan peningkatan arterosklerosis adalah peningkatan kadar apolipopprotein (a ) dan partikel – partikel lipoprotein LDL yang kecil dan padat .
Bukti
– bukti tambahan lain menunjukan bahwa hipertrigliseridemia
merupakan faktor resiko independent penting untuk
penyakit arteri koroner. Kadar trigliserida yang meningkat sering terjadi berkaitan dengan abnormalitas lipid
lainnya , termasuk kadar kolestrol HDL
yang rendah dan peningkatan
konsentrasi lipoprotein ( a
) dan partikel LDL yang kecil dan padat
Peningkatan kadar homosistein serum dan penanda inflamasi non- spesifik misalnya cross reactive protein ( CRP ) ,
fibrinogen , dan ferittin , berkolerasi dengan timbulnya penyakit koroner. Meskipun homosisteinemia dapat
meningkatkan resiko trombosis , dia juga merupakan penanda aktivitas inflamasi
sederhana pada penyakit koroner
PATOFISIOLOGI
Proses aterosklerosis diawali dengan metabolisme lipid yang
abnormal atau konsumsi kolestrol dan lemak jenuh yang berlebihan , terutama dengan adanya predisposisi genetik . tahap awal adalah pembentukan
lapisan lemak , atau akumulasi lipid subendotelial dan monosit terisi lipid (
makrofag ) . low – density lipoptrotein
( HDL ) sebaliknya merupakan
lipid protektif dan mungkin
membantu mobilisasi LDL. LDL mengalami
oksidasi in situ yang mendikannya sulit untuk dipindahkan semudah
zat sitotoksik lainnya .
Makrofag bermigrasi ke dalam ruang subendotelial dan memakai lipid , sehingga terbentuk sel sabun ( foam cells ) begitu terjadi proses pembentukan plaque , sel – sel otot polos juga bermigrasi kedalam sel ini . pada tahap ini lesi
tersebut secara hemodinamik belum kelihatan , tetapi fungsi endotel sudah abnormal dan kemampuannya untuk membatasi
masuknya lipoprotein ke dalam dinding pembuluh darah menjadi terganggu . apabila
plaque ini sudah stabil , terbentuk selubung fibrosa , lesi ini mengalami kalsifikasi dan lumen pembuluh darah menyempit .
Meskipun plaque aterosklerosis dapat tetap stabil atau berubah secara bertahap , beberapa diantaranya dapat mengalami ruptur , menyababkan keluarnya lipid dan faktor
jaringan dalam berbagai rangkaian
kejadian dengan puncaknya terjadi trombosis intravaskuler . akhir proses ini ditentukan
oleh apakah pembuluh darah
menjadi tersumbat atau apakah terjadi trombolisis , baik
spontan maupun akibat pengobatan , dan apakah plaque selanjutnya menjadi stabil . tersumbatnya pembuluh darah dapat parsial
atau komplet ( menimbulkan gejala
angina tidak stabil atau infark miokard
) , atau plaque dapat distabilisasi ulang , seringkali dengan stenosis yang
lebih berat .
Beberapa gambaran
klinis terkait dengan kerapuhan plaque , termasuk kandungan lipid yang
lebih tinggi , konsentrasi makrofag tinggi , dan selubung fibrosa sangat tipis . lesi –
lesi dengan karakterisitik demikian
seringkali merupakan lesi paling bahaya pada individu usai muda , dimana infark miokard atau
kematian mendadak meupakan manifestasi pertama dari penyakit koroner
dan perubahan tiba – tiba ini menerangkan mengapa sebagian besar infark tidak terjadi pada tempat
stenosis yang pernah ada sebelumnya
. sebaliknya berkurangnya insidensi
gangguan klinis yang lebih banyak
daripada beratnya lesi pada
percobaan – percobaan pengobatan dengan obat penurun lipid dapat diterangkan
dengan regresi atau pencegahan lesi – lesi nonfibrotik yang muncul awal ini .
Pengamatan – pengamatan terakhir menghidupkan kembali teori
lama bahwa aterosklerosis berkembang
sebagai akibat respon inflamasi dalam dinding
pembuluh darah , mungkin diawali atau diperburuk oleh satu agen infeksi . tingginya kadar C –
reactive protein dalam sirkulasi yaitu suatu penanda inflamasi non – spesifik , dikaitkan dengan tingginya
angka kejadian iskemik . agen – agen semacam
Chlamydia pneumonia , cytomegalovirus dan helicobacter pylori secara tidak
langsung terlibat dalam proses ini .
Sumber : Edisi pertama - jakarta : salemba Medika , 2002
: Diagnosis dan Terapi Kedokteran ( Penyakit dalam ) / Lawrance M. Tierney, Jr ,
Stephan J.McPhee , Maxine A. Papadakis.
Stephan J.McPhee , Maxine A. Papadakis.
0 komentar:
Posting Komentar